Rabu, 03 Oktober 2012

Makalah Hipospodia


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotumatau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakinmengalami pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut’chordee’’.
Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius, pertama-tama yang melakukan penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan amputasi dari bagian penis distal dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti olehGalen dan Paulus dari Agentia pada tahun 200 dan tahun 400.
Duplay memulai era modern pada bidang ini pada tahun 1874 denganmemperkenalkan secara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200 teknik telah dibuat dan sebagian besar merupakan
multi-stage reconstruction ; yang terdiri dari  first emergency stage untuk mengoreksi  stenotic meatus jika diperlukan dan second stage untuk menghilangkan chordee dan recurvatum,kemudian pada third stage yaitu urehtroplasty.
Beberapa masalah yang berhubungan dengan teknik multi-stage yaitu membutuhkan operasi yang multiple; sering terjadi meatus tidak mencapai ujung glands penis; sering terjadi striktur atau fistel uretra; dan dari segi estetika dianggap kurang baik. Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan teknik one- stage repair  untuk mengurangi komplikasi dari teknik  multi-stage repair . Cara inidianggap sebagai rekonstruksi uretra yang ideal dari segi anatomi danfungsionalnya, dari segi estetik dianggap lebih baik, komplikasi minimal, dan mengurangi social cost.



B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Menjelaskan pengertian hipospadia.
2.      Menjelaskan tanda dan gejala hipospadia.
3.      Menjelaskan penyebab hipospadia.
4.      Menjelaskan penetalaksanaan hipospadia.











BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN HIPOSPADIA
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang..Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glanss penis) (Arif Mansjoer, 2000). Hipospadia adalah kelainan bawaan berupa urethra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis (Ngastiyah, 2005).
Berdasarkan dari dua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hipospadia adalah suatu kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah bukan diujung penis. Sebagaian besar anak dengan kelainan hipospadia memiliki bentuk batang penis yang melengkung. Biasanya di sekitar lubang kencing abnormal tersebut terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitarnya. Jika dilihat dari samping, penis tampak melengkung seperti kipas (chordee, bahasa latin); secara spesifik jaringan parut di sekitar muara saluran kencing kemudian disebut chordee. Tidak setiap hipospadia memiliki chordee.
Seringkali anak laki-laki dengan hipospadia juga memiliki kelainan berupa testis yang belum turun sampai kekantung kemaluannya (undescended testis). Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang jarang ditemukan, dengan angka kekerapan 1 kasus hipospadia pada setiap 250-400 kelahiran bayi laki-laki hidup.


B.     EPIDEMIOLOGI
Hipospadia terjadi kurang lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki di Amerika Serikat. Pada beberapa negara insiden hipospadia semakin meningkat. Laporan saat ini, terdapat peningkatan kejadian hipospadia pada bayi laki-laki yang lahir premature, kecil untuk usia kehamilan, dan bayi dengan berat badan rendah. Hipospadia lebih sering terjadi pada kulit hitam daripada kulit putih, dan pada keturunan Yahudi dan Italia.
C.    ETIOLOGI
Hipospadia hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi pada usia kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-laki pada umumnya tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron, dan ekspresi reseptor androgen oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangansistem endokrin baik faktor-faktor endogen atau eksogen dapat menyebabkanhipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor risiko lain juga telah dilaporkan. Namun, etiologi hipospadia masih belum diketahui. (Brouwers, 2006).
1.      Metabolisme Androgen
Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron dan metabolismenya bersamaan dengan kehadiran reseptor androgen fungsional. Gangguan genetik dalam jalur metabolisme androgen dapat menyebabkan hipospadia. Meskipun kelainan dalam metabolism androgen dapat menyebabkan hipospadia yang berat, namun tidak dapat menjelaskan etiologi terjadinya hipospadia yang sedang dan ringan. (Baskin, 2000)
2.      Gangguan Endokrin
Salah satu penyebab hipospadia disebabkan adanya kontaminasi lingkungan, dimana dapat mengintervensi jalur androgen yang normal dandapat mengganggu sinyal seluler. Hal ini dapat diketahui dari beberapa bahan yang sering dikonsumsi oleh manusia yang banyak mengandung aktivitas ekstrogen, seperti pada insektisida yang sering digunakan untuk tanaman, estrogen alami pada tumbuhan, produk-produk plastik, dan produk farmasi. Selain itu, banyak bahan logam yang digunakan untuk industry makanan, bagian dalamnya dilapisi oleh bahan plastic yang mengandung substansi estrogen. Substansi estrogen juga dapat ditemukan pada air laut dan air segar, namun jumlahnya hanya sedikit. Ketika estrogen tersebut masuk ke dalam tubuh hewan, jumlah estrogen paling tinggi berada pada puncak rantai makanan, seperti kain besar, burung, mamalia laut dan manusia, sehingga menyebabkan kontaminasi estrogen yang cukup besar. Pada beberapa spesies, kontaminasi estrogen dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dan kesehatan. Sebagai contoh, terjadi penipisan kulit telur karena pengaruh estrogen. (Baskin, 2000)
3.      Faktor Genetik
Usia ibu saat melahirkan dapat menjadikan salah satu faktor resiko terjadinya hipospadia. Sebuah langsung korelasi terlihat antara usia ibu yang tua dapat meningkatkan kejadian hipospadia, dan lebih ditandai dengan bentuk parah dari cacat lahir. (Fisch, 2001)

D.    TANDA DAN GEJALA
a.    Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b.   Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
c.    Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d.   Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e.    Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f.    Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g.   Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.


h.   Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i.     Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.

E.     DIAGNOSIS
Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat obat-obatan diawal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan cairan kemih dan adanya penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik meliputi kesehatan umum dan perkembangan pertumbuhan dengan perhatian khusus pada system saluran kemih seperti pembesaran salah satu atau kedua ginjal dan amati adanya cacat lahir lainnya. Khas pada hipospadia adalah maetus uretra pada bagian ventral dan perselubungan pada daerah dorsal serta terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan hipospadia berat berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding uretra (corpus spongiosum) pada proksimal meatus juga berbeda. Derajat hipospadia sering digambarkan sesuai dengan posisi meatus uretra dalam kaitannya dengan penis dan skrotum. Ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk kemungkinan timbul keraguan karena dengan adanya Chordee yang signifikan.
 Sebuah meatus yang berada di wilayah subcoronal mungkin sebenarnya juga snagat dekat dengan persimpangan penoscrotal dank arena itu setelah koreksi chordee, meatus akan surut ke daerah proksimal batang penis memerlukan rekonstruksi uretra yang luas. Sebaliknya, meatus yang terletak di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordeecocok dengan hipospadia ringan. Oleh karna itu, karena kehadiran chordee yang signifikan, posisi meatus uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan penoscrotal dan korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan induksi ereksi dengan mengompresi kavernosum terhadap rami pubis. Kehadiran satu atau kedua testis di skrotum harus dicatat. Pada sebagian besar kasus, pasien dengan testis hipospadia ringan sampai sedang dan kedua testis yang dapat turun secara genotif adalah laki-laki normal. Namun dalam kasus hipospadia yang berat terutama bila dikaiatkan dengan testis yang tidak turun baik unilateral atau bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks. (Man, 1958).
Bebrapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cytosocopy untuk memasatikan organ-organ seksinternal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas congenital  pada ginjal dan ureter. (Cafici, 2002).

F.     PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah:
1.      Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
2.      Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis(Uretroplasti).
3.      Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik).Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Padahipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance and glanulo plasty], termasuk preputium plasty).
            Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulansampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu spesial, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok agar urin tidak merembes ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain:
1.      Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatuchorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2.      (Uretroplasty). Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassanaficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandungkemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Hipospadia merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh faktor lingkungan, genetika dan ketidakseimbangan hormon.
2.      Dalam penatalaksanaannya hipospadia perlu dilakukan pembedahandengan tujuan:
a.       Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
b.      Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti).
c.       Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna(kosmetik).

B.     SARAN
Untuk mencegah terjadinya hipospadia pada neonatus dari segi faktor lingkungan pada saat ibu hamil, sebaiknya ibu menghindari atau meminimalisasi paparan polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.





DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar